Jakarta- Aturan baru kementerian agama (Kemenag) menyebut bersiul, rayuan dan menatap seseorang bisa masuk ke dalam daftar kekerasan seksual.
Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan di bawah Kementerian Agama.
Tindakan itu dikategorikan kekerasan seksual, apabila merayu, membuat lelucon dan bersiul dengan seksual.
Dikutip Dailyhits dari Kompascom, Juru bicara Kemenag, Anna Hasbie menyebut ada 16 klasifikasi atau jenis kekerasan seksual termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, atau identitas gender korban.
“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual,” jelas Anna, dilansir dari laman Kemenag, Selasa, 18 Oktober 2022.
Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual yang membuat korban tidak nyaman masuk dalam kategori kekerasan seksual.
“Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022,” tambahnya.
Itu artinya, aturan ini berlaku bagi seluruh madrasah di setiap jenjang, pesantren, satuan pendidikan mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
PMA ini terdiri atas tujuh bab dan 20 pasal mengenai kekerasan seksual. Bentuk kekerasan seksual sendiri mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Bukan tanpa alasan PMA ini diterbitkan sebagai upaya pencegahan kekerasan seksual di tingkat pendidikan.
Mereka juga mewajibkan satuan pendidikan melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi.
Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orangtua peserta didik.
“Terkait penanganan, PMA ini mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban,” tegas Anna.
Terkait sanksi, Anna mengatakan PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi.
Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.
Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.
“Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” tandasnya.
Berikut 16 jenis kekerasan seksual yang tertuang dalam PMA:
Jenis kekerasan seksual ini dicantumkan dalam BAB 2 Bentuk Kekerasan Seksual pada pasal 5 ayat 1.
Dalam ayat tersebut, tertulis bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik atau melalui teknologi informasi dan komunikasi kekerasan seksual meliputi:
1. Penyampaian ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik kondisi tubuh atau identitas gender korban.
2. Menyampaikan ucapan yang membuat rayuan, lelucon, siulan yang bernuansa seksual pada korban.
3. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
4. Menatap korban dengan nuansa seksual atau tidak nyaman.
5. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi atau pada ruang yang bersifat pribadi.
6. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
7. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban.
8. Melakukan percobaan pemerkosaan.
9. Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.
10. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual.
11. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
12. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual.
13. Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.
Baca juga: Psikolog UGM Ungkap Gejala Depresi dan Cara Mencegah Orang Bunuh Diri
14. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.
15. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio dan atau visual korban yang bernuansa seksual.
16. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan.