DAILYHITS- Anak adalah makhluk kecil yang penuh dengan keceriaan dan kepolosan. Mereka merupakan generasi penerus bangsa yang perlu mendapatkan perhatian dan pengasuhan yang baik agar tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Pengertian anak dapat dijelaskan dari berbagai perspektif. Secara umum, anak adalah individu yang belum mencapai usia dewasa atau belum mencapai usia di mana mereka dianggap mandiri secara sosial dan hukum.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah individu yang berusia di bawah 18 tahun. Namun, pengertian anak juga dapat dikaitkan dengan tahap perkembangan fisik, mental, dan emosional.
Dalam masa perkembangannya, tidak jarang anak mengalami berbagai macam konflik. Baik secara fisik, mental, ataupun emosional. Hal tersebut terkadang menyebabkan anak terlibat dalam tindak pidana atau sering disebut anak yang berhadapan dengan hukum.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksud dengan anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan saksi tindak pidana.
Harry E. Allen and Clifford E. Simmonsen menjelaskan bahwa ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat anak harus berhadapan dengan hukum, yaitu:
- Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah, atau kabur dari rumah;
- Juvenile Deliquence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.
Fenomena anak yang berhadapan dengan hukum banyak terjadi di masyarakat luas, tidak terkecuali di kabupaten lebak. Baru-baru ini, beredar berita tentang anak berusia 15 Tahun yang diduga menjadi pelaku pencurian sehingga menyebabkan kegaduhan ditengah masyarakat.
Setelah ditelusuri oleh Tim Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Lebak, anak tersebut merupakan anak terlantar yang dirawat oleh sepasang orangtua angkat sejak berusia 40 hari. Dalam pertumbuhannya, anak tersebut sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tua angkatnya. Ia juga putus sekolah, dan hanya sampai dengan kelas 5 Sekolah Dasar.
Perilaku yang dilakukan oleh anak tersebut dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum jika dilakukan oleh orang dewasa. Namun, jika dilakukan oleh seorang anak dengan latar belakang seperti itu, Siapa yang harus bertanggung jawab ?
Dari kasus tersebut, kita dapat sedikit menyimpulkan bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. pola asuh orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara, mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun bagaimana jika ada orangtua yang belum memahami terkait dengan pola asuh yang baik dan benar?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pada Pasal 59 ayat (1) menyatakan bahwa: “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak.
Dari pasal tersebut, dapat kita simpulkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya memiliki peran strategis untuk melakukan perlindungan terhadap anak. Perlindungan tersebut dapat dilakukan melalui upaya-upaya preventif serta dengan melakukan pendampingan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
Menurut penulis, salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau lembaga non pemerintah seperti Lembaga Perlindungan Anak, yaitu dengan cara memberikan pendampingan kepada keluarga/orang tua yang memiliki anak berhadapan dengan hukum untuk meningkatkan pemahaman orang tua/keluarga akan pentingnya keluarga dalam memantau tumbuh kembang anak dan sebagai tempat berlindung anak, pemahaman orang tua tentang pola asuh positif, dan munculnya kesadaran orang tua untuk memperbaiki pola asuhnya dan mencari model pengasuhan yang tepat kepada anaknya, agar dapat berkembang layaknya anak-anak yang lain.
Penulis: Thania Rachmanie Imanissa putri, S.H
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak kabupaten Lebak.